Rabu, 01 September 2010

Pengamat: Presiden Ingin "Teriak" di "Kandang Macan"

Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Rabu, 1 September 2010 | 11:17 WIB

RUMGAPRES/ABROR RIZKI
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat militer Propatria, Hari Prihartono, menilai, pilihan tempat penyampaian pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait konflik dengan Malaysia di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, bukan tanpa makna.

Markas militer merupakan simbol kekuatan negara. Akan tetapi, ia mengatakan, pilihan itu hanya simbol semata. "Itu kan dalam rangka buka puasa di Mabes TNI, sekalian. Ya, kebiasaan presiden kita beraninya ngomong supaya terlihat punya power untuk menunjukkan dia berani berteriak di 'kandang macan'," kata Hari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/9/2010).

Secara diplomasi, ia justru memandang, apa yang dilakukan Presiden merupakan bagian dari diplomasi tidak percaya diri. Apakah akan ada lontaran tegas dari Presiden, Hari meragukannya. "Kalau di Mabes TNI, misalnya, secara militer ingin menunjukkan kita baru beli Sukhoi, tidak akan pengaruh apa-apa. Di atas kertas, kemampuan pertahanan kita di bawah Malaysia. Kalau mau statement keras, tidak harus di Mabes TNI," ujarnya.

Pernyataan Presiden yang baru disampaikan setelah dua minggu masalah tersebut bergulir juga dinilai sebagai langkah yang lambat. Seharusnya, menurut Hari, Presiden berani mengambil tindakan dan mengeluarkan pernyataan saat situasi memanas pada pekan lalu.

Sebagai kepala negara, Presiden seharusnya sudah mendapatkan informasi dan analisis intelijen yang akurat sehingga tak perlu menunggu lama untuk memberikan pernyataan. "Kalau sekarang, kita bisa bilang, 'hari gini?' Akan jadi bahan ketawaan di dalam negeri dan Malaysia juga tentunya," kata Hari.

Meski demikian, ia berharap, pernyataan Presiden bisa menegaskan sikap Indonesia terhadap Malaysia. Selain itu, pernyataan pun harus bermuatan upaya penyelesaian secara menyeluruh yang dilakukan pemerintah agar tidak mengganggu hubungan kedua negara. Hal ini dinilai penting agar tidak memicu sentimen anti-Malaysia di Jakarta dan, sebaliknya, sentimen anti-Indonesia di Malaysia.

Editor: Erlangga Djumena

Tidak ada komentar: