Kupang, Kompas - Australian Agency for International Development (AusAid) bersama Pemerintah Jepang memberi dana hibah Rp 23 miliar untuk pelatihan dan pemrosesan dokumen bagi tenaga kerja Indonesia serta membentuk lembaga pemantau TKI.
Kepala Badan Nasional Penetapan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2 TKI) Moh Jumhur Hidayat kepada pers, Rabu (4/6) di Kupang, mengatakan, ada empat provinsi basis TKI, yakni Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Pengiriman TKI, demikian Hidayat, memiliki keuntungan, yakni mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Dalam hal ini, BPN2 TKI bekerja sama dengan AusAID dan Jepang membantu para TKI agar bisa mengakses bantuan hukum dan pembiayaan. Kedua masalah ini menjadi persoalan para TKI selama ini.
”Saat ini jumlah TKI legal di luar negeri 4 juta lebih. Jika ditambah tenaga ilegal, menjadi 6 juta. Mereka rata-rata berpenghasilan Rp 800.000-Rp 2 juta per bulan atau Rp 9,6 juta-Rp 24 juta per tahun,” kata Hidayat.
Tahun 2008, NTT mengirim 12.000-15.000 TKI legal, belum termasuk TKI ilegal. Jika pemerintah daerah setempat mendukung kegiatan ini, pengiriman TKI legal itu bisa mencapai 30.000 orang per tahun.
”Pengangguran berkurang, sebaliknya uang masuk dalam jumlah besar bagi provinsi tersebut. Dengan pendapatan Rp 9,6 juta-Rp 24 juta per tahun, satu TKI mampu menghidupi 10-20 orang. Ini jauh lebih menguntungkan daripada mereka tinggal di Indonesia dan tidak memiliki pekerjaan tetap,” katanya.
Hal ini bukan berarti pemerintah tidak bertanggung jawab membuka lapangan kerja. Namun, dalam kondisi perekonomian Indonesia seperti sekarang, keberangkatan TKI masih sangat diandalkan, bahkan jadi tumpuan bagi masyarakat di daerah-daerah tertentu.
Hidayat mengimbau pemerintah daerah agar juga mengucurkan dana bagi proses pelatihan dan penyediaan dokumen keberangkatan para TKI. Beberapa kabupaten di NTT telah mengucurkan dana hibah bagi proses keberangkatan TKI ke Malaysia, seperti Belu, Rote Ndao, dan Timor Tengah Selatan.
Provinsi NTT tahun 2004 mengucurkan dana Rp 350 juta untuk proses keberangkatan para TKI ke Malasysia dengan sistem dana bergulir sampai tahun 2006. Namun, sampai tahun 2008, dana yang dikembalikan baru Rp 28 juta. (KOR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar