"Pantai Pameungpeuk, di mana ya?" Begitu pertanyaan yang kemudian menjadi awal cerita panjang bersama rekan-rekan saya beberapa waktu lalu, saat mengajak mereka untuk melakukan perjalanan menuju Pantai Pameungpeuk.
Berbeda dengan pantai-pantai lainnya di Jawa Barat yang lebih terkenal dan ramai, Pameungpeuk hanya berupa kota kecil di selatan Garut dan bisa menjadi alternatif menarik untuk berpetualang. Apabila masih ada tersisa pantai versi 1980-an yang masih sepi dan asri maka salah satunya adalah pantai ini.
Untuk mencapai Pantai Pameungpeuk, pertama kita harus menuju Kota Garut. Terdapat dua jalur bus dari Jakarta menuju Garut, yaitu dengan melalui tol Cipularang dan Ciawi (Bogor). Perkiraan waktu perjalanan menuju Garut adalah sekitar enam jam dari Jakarta.
Saya, yang mendapatkan info dari teman lain bahwa angkutan tersedia 24 jam dan berniat melakukan perjalanan malam, harus rela menunggu sambil menahan dingin dari pukul 1.00 WIB sampai 5.30 WIB di Ciawi.
Menurut calo, jam terakhir bis berangkat adalah pukul 23.00 WIB, sedangkan yang paling awal adalah pukul 5.30 WIB, sudah berubah dari jadwal 24 jam dikarenakan pembatasan armada bis.
Sampai terminal bus Garut siang hari, perjalanan diteruskan dengan minibus atau Elf. Jarak sepanjang 87 kilometer dapat ditempuh selama 3,5-4 jam melewati jalan pegunungan, perkebunan karet, teh, dan hamparan padi. Jalan yang berkelok-kelok diselingi udara sejuk pegunungan dan pemandangan yang sangat indah membuat sulit rasanya menutup mata selama perjalanan.
Daerah ini dikelilingi Gunung Guntur, Galunggung, Papandayan, dan Cikuray sehingga selama perjalanan kita bisa menebak-nebak Gunung manakah yang tampak di kejauhan.
Kendaraan akan mengantar kita sampai Pantai Santolo atau Pantai Sayangheulang, dua objek wisata utama di Pameungpeuk.
Terdapat banyak penginapan di sini, dari kelas low budget sampai high end, dari sewa kamar sampai pondokan, dan dimulai dengan biaya terendah Rp 30.000/kamar (1 kasur, dan tikar).
Kami sendiri memutuskan untuk mendirikan tenda di pinggir warung di tepi pantai dengan meminta izin terlebih dahulu kepada pemilik. Cukup dengan berbelanja dan biaya kamar mandi, pengeluaran kami yang berprinsip low budget dapat diturunkan lagi.
Masakan ikan,udang, cumi bakar disediakan oleh warung-warung sederhana sepanjang pantai. Silakan juga mencoba dan menikmati masakan mata lembu, yaitu sejenis siput laut yang merupakan masakan khas Pameungpeuk.
Rasanya gurih dengan tekstur agak kenyal, dan dapat dimasak dengan beberapa pilihan bumbu. Saru kilogram mata lembu plus masak dibandrol dengan harga Rp 20.000.
Apabila pengunjung menginginkan ikan, cumi, udang, atau lobster segar silakan mengunjungi pasar sekaligus pelelangan ikan di Pantai Santolo pada pagi hari. Pemilik warung bersedia membakar, dengan biaya tambahan sebesar Rp 15.000 tanpa tambahan nasi.
**
Dari Pantai Santolo menuju Pantai Sayangheulang (2 km), kami singgah di Pulau Santolo, yang terpisah dari pantainya oleh sungai dan pasang laut. Menyeberang dengan perahu menuju Pulau Santolo membutuhkan biaya sekitar Rp 2.000/orang.
Pulau seluas 40 hektare ini sudah dilengkapi fasilitas wisata sederhana. Di sini kami sempat beristirahat dan membakar cumi segar yang sudah kami beli di Tempat Pelelangan Ikan Santolo sebelumnya.
Pemilik warung tidak berkeberatan meminjamkan tungku masaknya kepada kami, dan sebagai tambahan, pondokan di tepi pantai dapat dipakai pengunjung untuk bersantai dan mencicipi makanan. "Hmm… cumi bakar kami terasa lebih manis". Ikan segar katanya memang terasa lebih manis.
Untuk petualang yang ingin menginap di pulau, penginapan sederhana sebenarnya tersedia di pulau ini, hanya ada sedikit permasalahan air segar dan kelistrikan, sehingga sebaiknya sebelum malam tiba persediaan dan peralatan dilengkapi terlebih dahulu.
Kehidupan laut yang dapat dijumpai di sekitar pulau cukup menarik, apalagi bila membawa anak-anak. Dengan mudah kita dapat menjumpai biota laut seperti ikan, udang yang berseliweran di antara karang.
Keanekaragaman hayati yang terkandung juga meliputi jenis kerang, siput, coelenterata sampai lamun (rumput laut) dan ganggang laut. Snorkling dimungkinkan di bagian-bagian tertentu, hanya peralatan sebaiknya dibawa sendiri. Ingatlah juga untuk memakai sandal jepit saat berjalan-jalan di daerah karang.
Pantai Santolo juga identik sebagai lokasi surfing. Di arah barat, yang tidak terlindung Pulau dan karang ombak setinggi 2-3 meter bergulung membentuk 3-4 lapisan. Pada bulan April sampai Juni, daerah ini dikunjungi turis-turis asing untuk berselancar. Sepertinya berita dari mulut ke mulut antarpara peselancar mengundang mereka datang.
Apabila dilanjutkan, kira-kira 9 kilometer arah barat Pameungpeuk kita juga dapat belajar melihat kehidupan sehari-hari nelayan di Cikelet. Pantai Cijayana yang disukai sebagai lokasi berenang serta Pantai Rancabuaya terletak lebih jauh ke barat.
Objek lain yang dapat dikunjungi adalah hutan Leuweung Sancang, 35 kilometer ke arah timur dari Pameungpeuk. Tempat ini dahulu dipercaya sebagai pusat dari kerajaan Sunda kuno, dan penuh dengan mistis. Pengunjung dapat mencapainya dengan bis ke Milimeru, dan melanjutkannya dengan ojek menuju lokasi.
Terdapat trek di dalam hutan yang dapat dijalani para petualang untuk menjumpai banteng dan owa, hewan khas daerah ini. Izin didapatkan lewat Kantor PHKA di Pameungpeuk ataupun di gerbang masuk lokasi.
Rasanya untuk lokasi yang masih bisa dijangkau dari Jakarta dan Bandung, Pantai Pameungpeuk yang sepi sangat berharga untuk dikunjungi. Pantai cantik ini menyajikan kehidupan pantai, laut dan hutan dalam satu paket perjalanan yang berbeda dari pantai-pantai lainnya di Jawa Barat. (Indra N. Hatasura )***
Pikiran Rakyat