KEBAYA WUNGU: Novel terbaru dari Zarra Zettira terinspirasi legenda Ratu Kencono Ungu dan kebaya sebagai warisan busana tradisional asli nusantara.
By Republika Newsroom
Rabu, 27 Mei 2009 pukul 17:06:00
JAKARTA-- Usai menelurkan novel berjudul Cerita Dalam Keheningan (Every Silent Has A Story), penulis Zara Zettira segera meluncurkan dua buah novel terbaru yang akan terbit dalam waktu dekat. Salah satunya diinspirasikan oleh busana tradisional asli Indonesia, kebaya.
"Alhamdulillah karena memang sudah jalannya, memang ada persiapan buku baru, yang pertama buku lanjutan Prahara Asmara dan buku yang kedua, proyek idealis saya yang berjudul "Kebaya Wungu"," ungkap Penulis novel kenamaan yang namanya berkibar pada era 1990-an kepada Republika Online ketika ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/5).
Tak jauh berbeda dengan buku sebelumnya, Zara tetap memasukan cerita cinta didalamnya. Akan tetapi yang membedakan dalam buku "Kebaya Wungu", Zara mempunyai misi untuk mempertahankan cerita-cerita legenda Indonesia yang dinilai terancam punah.
Diakui Zara, kecintaannya pada cerita Legenda "Ratu Kencono Ungu" lantas menginspirasi dirinya untuk membuat sebuah cerita cinta yang disisipi nuansa legenda namun ringan dan tidak sok nyastra.
"Ceritanya sih mau pelan-pelan mengembalikan legenda-legenda, minimal ada misi posistifnya tidak hanya cerita cinta belaka. Tapi didalamnya, orang-orang menjadi tahu tentang legenda seperti "Ratu Kencono Ungu" itu seperti apa?" tutur Pemilik nama lengkap Zarra Zettira Zainuddin Ramadai.
Nantinya, kata dia, seperti gaya penulisan sebelumnya, buku "kebaya Wungu" diusahakan dibuat sederhana dan tidak berat. Alasan ibu beranak dua itu, karena ketika buku dibuat sastra menjadi berat dan percuma karena tidak ada yang baca.
Menurut wanita pencinta olahraga yoga itu, buku "Kebaya Wungu" akan membahas ajaran reinkarnasi. Dia terinpirasi dari adat istiadat daerah Bali sebagai asal inspirasi reinkarnasi. Zara melihat, semua ajaran agama murni cenderung menakuti pemeluknya untuk mengajak berbuat baik dengan neraka sebagai simbolnya.
"Saya termasuk orang yang kurang setuju dengan cara seperti itu, menjadikan neraka untuk mengajak orang berbuat baik, padahal belum tentu neraka ada. Jadi, menurut saya cara seperti tidak efektif untuk mengajak orang berbuat baik," tegasnya.
Dikatakan Zara, jalinan cerita memang kental nuansa ajaran hindu yang nyaris mirip dengan ajaran jawa kuno yang menjadi latar belakang cerita tapi nuansa modern juga tidak ketinggalan. Selain, reinkarnasi, ajaran lain yang disisipkan dalam cerita adalah mengenai karma.
"Agama Hindu kan percaya tentang karma yang dikatakan kita hidup di dunia sudah menderita, kebayangkan kalau kita berbuat jahat akan seperti apa kita nanti," imbuh Ibu dari Alaya Eva Ramadi Zsemba (14) dan Zsolt George Zainuddin Zsemba (7).
Contoh lain, kata dia, ketika ada yang korupsi satu juta nantinya dikehidupan selanjutnya akan menjadi gembel. "Fenomena itu, saya percaya gitu. Saya sendiri takut banget untuk menolak menolong orang karena takut nanti ada yang menolak saya ketika diminta pertolongan, jadinya saya takut banget. Dan menurut saya itu lebih efektif ketimbang lebih takut masuk neraka atau surga yang katanya ada bidadari, maka saya memilih karma," ujar istri dari Zsolt Zsemba itu.
Misi Zara, tidak hanya sebatas mempertahankan cerita legenda yang sudah ada, tapi mencoba untuk mengemas sebuah penulisan dengan cara yang berbeda dengan tetap memberikan rangsangan untuk berpikir kepada para pembaca.
Diakui Zara, setiap karya tulisanya selalu meningkat secara perlahan dalam hal merangsang pembaca untuk berpikir. Dia merasa berkewajiban sebagai penulis untuk meciptakan rangsangan berpikir. Terlebih lagi dirinya juga menyadari, anak-anak muda sekarang jauh lebih kritis ketimbang zaman mudanya dulu.
"Sekarang mana ada anak muda yang nonton sinetron, zaman saya itu, kayak modelnya catatan si Boy yang oon gitu," ujarnya sembari tertawa.
Tak hanya mencoba merangsang pikiran pembaca, Zara juga menyisipkan paradigama pemikiran yang dinilainya salah. Terutama terkait masalah kebaya.
Selama ini, sejauh pengamatan Zara, kebaya kerap identik dengan orang tua, kolot, ketinggalan zaman dan sebagainya. Namun, berdasarkan pengalamannya tinggal di Kanada selama 10 tahun, dia bisa menggunakan kebaya dan yang dipadukan dengan celana jeans untuk sehari-hari.
Hasilnya, banyak masyarakat setempat yang begitu tertarik dan menanyakan apa yang dikenakan. Dengan buku "Kebaya Wungu" Zara mencoba memperbaiki paradigma mengenai kebaya.
Direncanakan, buku tersebut akan dirilis dalam waktu dekat, namun Zara tidak memberitahu kapan. Karena selama ini, dia berprinsip tidak pernah merencanakan sesuatu. Dia mencoba menjalankan segala sesuatu tanpa rencana dan mengalir. Siapa yang sudah mulai penasaran? (cr2/rin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar