Alokasi Rp 55.000 per Siswa, Digunakan Rp 30.000
JAKARTA, (PRLM).- Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) pertanyakan anggaran pengadaan soal ujian nasional yang dinilai
tidak sesuai dengan jumlah anggaran yang telah disetujui. Anggaran APBN
yang dialokasikan untuk soal ujian nasional, seharusnya Rp 55 ribu bagi
setiap siswa, namun ternyata hanya Rp 30 ribu, sehingga terdapat selisih
anggaran sebesar Rp 25 ribu.
Pernyataan tersebut, dikemukakan anggota DPD Istibsyaroh, saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk 'Kisruh Ujian Nasional', di gedung DPD, Jakarta, Jumat (19/4).
Menurut dia, persoalan itu sudah dipertanyakan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sayangnya, hingga saat ini pihaknya belum mendapat jawaban pasti. "Jadi yang Rp 25 ribu di kemanakan? Kalau dikalikan dengan sekian juta siswa yang mengikuti ujian nasional, kan banyak sekali jumlahnya. Dalam berbagai kesempatan, kami sudah mempertanyakan persoalan ini ke Kemendikbud, tapi sampai sekarang kami belum memperoleh jawaban konkret," tegas Istibsyaroh.
Ia mengatakan, dengan adanya selisih tersebut, maka terindikasi terjadinya korupsi.
Namun untuk memastikan itu, ia meminta aparat penegak hukum melakukan penelusuran lebih mendalam. “Selain hanya diberikan Rp 30 ribu/siswa, tidak sedikit pula siswa di beberapa sekolah yang dipungut dengan alasan untuk keperluan konsumsi dan keamanan. Padahal seharusnya, semua biaya untuk itu, sudah diatur dan disepakati untuk diambil dari APBN,” ujar Istibsyaroh menambahkan.
Karenanya, ia mendorong Komite III DPD yang membidangi hukum, untuk melakukan langkah-langkah dorongan agar institusi penegak hukum melakukan penelusuran dugaan terjadinya korupsi pengadaan soal ujian nasional tersebut.
"Sebetulnya, saya tidak berwenang untuk mendorong-dorong agar penegak hukum menelusuri hal itu. Yang seharusnya mendorong, adalah teman-teman yang ada di Komite III. Saya kan sekarang di Komite I,” ujarnya lebih lanjut. (A-109/A_88)***
Pernyataan tersebut, dikemukakan anggota DPD Istibsyaroh, saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk 'Kisruh Ujian Nasional', di gedung DPD, Jakarta, Jumat (19/4).
Menurut dia, persoalan itu sudah dipertanyakan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Sayangnya, hingga saat ini pihaknya belum mendapat jawaban pasti. "Jadi yang Rp 25 ribu di kemanakan? Kalau dikalikan dengan sekian juta siswa yang mengikuti ujian nasional, kan banyak sekali jumlahnya. Dalam berbagai kesempatan, kami sudah mempertanyakan persoalan ini ke Kemendikbud, tapi sampai sekarang kami belum memperoleh jawaban konkret," tegas Istibsyaroh.
Ia mengatakan, dengan adanya selisih tersebut, maka terindikasi terjadinya korupsi.
Namun untuk memastikan itu, ia meminta aparat penegak hukum melakukan penelusuran lebih mendalam. “Selain hanya diberikan Rp 30 ribu/siswa, tidak sedikit pula siswa di beberapa sekolah yang dipungut dengan alasan untuk keperluan konsumsi dan keamanan. Padahal seharusnya, semua biaya untuk itu, sudah diatur dan disepakati untuk diambil dari APBN,” ujar Istibsyaroh menambahkan.
Karenanya, ia mendorong Komite III DPD yang membidangi hukum, untuk melakukan langkah-langkah dorongan agar institusi penegak hukum melakukan penelusuran dugaan terjadinya korupsi pengadaan soal ujian nasional tersebut.
"Sebetulnya, saya tidak berwenang untuk mendorong-dorong agar penegak hukum menelusuri hal itu. Yang seharusnya mendorong, adalah teman-teman yang ada di Komite III. Saya kan sekarang di Komite I,” ujarnya lebih lanjut. (A-109/A_88)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar