BANDUNG, (PR).-
Kerusakan infrastruktur alam yang tinggi di wilayah perbukitan Jawa Barat menyebabkan ketersediaan air hanya mencapai 8 miliar m3/tahun (10%) dari potensi sebanyak 80 miliar m3/tahun. Padahal, kebutuhan air untuk kehidupan sekitar 37 juta jiwa mencapai 17 miliar m3/tahun.
Pakar lingkungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Mubiar Purwasasmita mengatakan hal itu dalam diskusi "Kebijakan Publik Bagi Akses Air Bersih" yang digelar Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A)-ESP-USAID di Jln. Surapati No. 53 Bandung, Kamis (22/5). "Karena rusaknya infrastruktur alam, tidak heran di mana-mana dilanda kekeringan," katanya.
Jika infrastruktur alam yang rusak pada kawasan lindung dan hutan diperbaiki, kemungkinan dapat mengembalikan potensi ketersediaan air sampai 20 miliar m3/tahun. Perbaikan dengan meningkatkan potensi hutan dan belukar di puncak-puncak gunung sebagai pengikat awan.
Cenderung menurun
Berdasarkan riset Bandung Institute of Governance Studies (BIGS), dukungan APBD untuk penyediaan air bersih pun cenderung mengalami penurunan persentase. "Entah karena masalah perairan sudah dianggap selesai atau ada prioritas lain," kata Direktur BIGS, Siti Fatimah.
Untuk Kota Bandung, anggaran Dinas Pengairan pada tahun 2005 mencapai Rp 5,6 miliar, 2006 Rp 9,2 miliar, dan 2007 Rp 17,6 miliar. Sementara anggaran Dinas Perumahan di bidang air pada 2005 sebesar Rp 74,7 miliar, 2006 Rp 44,4 miliar, dan 2007 Rp 48,8 miliar. Meski besaran anggaran meningkat, persentase berdasarkan total APBD tetap dan cenderung menurun.
Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Jabar Aat Taryana menyatakan, keterbatasan kewenangan Pemprov Jabar untuk mengelola sumber daya air menjadi salah satu faktor penghambat peningkatan akses dan ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Kabupaten/kota lebih memiliki kewenangan melakukan pengaturan. (A-158)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar