Rabu, 28 Mei 2008

Siapkan Diri Sebelum ke Negeri Orang

Friday, 23 May 2008



DISKUSI : Beberapa mahasiswi program double degree Universitas Indonesia (UI) sedang berdiskusi untuk menyelesaikan salah satu tugas.

DIAN,18,sempat terkejut saat masuk ke program double degreeFakultas Psikologi UI yang menjalin kerjasama dengan University of Queensland Australia (UQ). Jadwal kuliah ternyata sangat padat, berbeda sekali dengan saat SMA dulu.Indraswari Sinta Ramadhiani, begitu nama panjang gadis cantik ini, sejak awal memang ingin sekali kuliah ke luar negeri.

Australia adalah incarannya. Bagi dia, kualitas pendidikan di luar negeri lebih baik daripada kuliah di dalam negeri. Karena itu, dia berkeras menyampaikan keinginan itu kepada sang ibu sesaat sebelum dia lulus dari SMA Al- Izhar,Pondok Labu.“Tetapi, mama agak tidak setuju. Dia khawatir ada apa-apa dengan saya. Sendirian lagi di negeri orang,” katanya saat ditemui di Kampus Fakultas Psikologi UI Depok, Rabu (22/5) kemarin.

Setelah berembuk, akhirnya tercapai win-win solution dengan sang mama. Gadis yang hobi jalan-jalan ini akhirnya masuk ke program double degree Fakultas Psikologi UI atau yang lebih dikenal dengan sebutan twinning programitu. Karena itulah, Dian memutuskan tidak ikut seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).Ternyata,masuk di kelas internasional tidak seperti bayangannya semula.

“Jadwal kuliah sangat padat. Lebih padat dari mahasiswa reguler,”lanjutnya. Padatnya jadwal kuliah ini karena mata kuliah mahasiswa double degree umumnya memang dimampatkan. Pemampatan ini untuk mendapatkan kesetaraan kurikulum dengan universitas luar negeri yang jadi tujuan. Pada twinning program, setiap mahasiswa berkuliah selama 4 semester di UI.

Mereka tidak bisa memilih sendiri mata kuliah yang ingin diambil.Semuanya sudah dipaket oleh fakultas.Untuk semester pertama dan kedua,setiap mahasiswa mendapatkan beban 20 SKS.Di semester tiga,mereka mendapat jatah 19 SKS dan terakhir di semester empat mendapatkan jatah 13 SKS. “Tugasnya banyak, hampir tiap hari ada tugas.Akhir pekan pun banyak diisi dengan mengerjakan tugas,”tukasnya.

Meski jadwal kuliahnya padat, Dian mengaku tidak menyesal memilih twinning program.Bagi dia,jadwal yang padat jadi persiapan untuk menyesuaikan diri dengan iklim kuliah saat di Australia nanti. Dari pembicaraan dengan para seniornya, Dian mengungkapkan, di Australia nanti, jadwal kuliahnya hanya sedikit lebih padat dari di Indonesia.“Kalau begini, kami kan tidak kaget kalau sudah di sana,” tuturnya.

Sahabat Dian, Akisa Gestantya, 18,sepakat jadwal kuliah mereka memang padat. Tetapi,terang gadis berwajah tirus ini, padatnya jadwal kuliah bukan satu-satunya kendala yang harus dihadapi mahasiswa twinning program. “Kami juga harus bersiap untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Jika tidak memenuhi syarat kemampuan bahasa Inggris, kami tidak bisa berangkat ke Australia,”paparnya.

Tentu saja kemampuan bahasa Inggris jadi sangat penting jika ingin kuliah di luar negeri. Setiap lulusan SMA yang ingin masuk ke twinning program, harus punya Test of English as a Foreign Language (TOEFL) minimal 500 atau tes lain yang setara. Saat hendak berangkat ke University of Quensland, nilai itu harus naik menjadi minimal 570 plus nilai writing (menulis) 5.Tanpa syarat itu, hanya ucapan selamat tinggal yang ada.

Meski punya jadwal kuliah yang padat dan kerja keras untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, sepasang sahabat itu mengaku tidak mengalami persoalan dalam pergaulan di kampus. “Kami tidak merasa eksklusif. Sebab,pihak kampus juga tidak memberikan perbedaan perlakuan pada kami,” jelas Akisa.

Keduanya mengungkapkan, semua anak twinning programbisa bergaul dengan anak-anak reguler dengan baik. Mereka sering dilibatkan dalam hampir semua kegiatan mahasiswa.“Malah, beberapa dari mereka sering berdiskusi dengan kami sebab ada beberapa mata kuliah yang sudah diberikan ke kami, tetapi belum diberikan ke anak reguler,”papar Akisa.

Sementara Lini Handayani, 19, mengaku, meski kelas double degree-nya di jurusan S-1 Manajemen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Trisakti baru di mulai September nanti, dirinya telah bersiap-siap untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris.“Itu yang paling utama. Kalau soal jadwal kuliah yang padat,tinggal bagaimana cara kita membagi waktu,” paparnya.

Lini bercerita,setelah kelas di Indonesia selesai, dia akan berangkat ke Edith Cowan University, Perth, Australia.Di sana, dia akan mengerjakan tesis selama 3 bulan. Setelah kelar, tesis itu akan diuji di Indonesia.Selain kemampuan berbahasa Inggris, Lini kini terus mengasah kemandiriannya.

Dia yakin, tanpa kemandirian, semua yang dilakukan diIndonesiaakansia-siaketika sampai di Australia nanti.“Jadi, waktu di Indonesia,semuanya harus siap,”paparnya. Double degree tampaknya jadi cara efektif bagi mahasiswa untuk menyesuaikan diri sebelum pergi sekolah ke seberang.(helmi firdaus)

Tidak ada komentar: