AHMAD Radea (40), merapikan kompor rakitannya yang berbahan bakar kayu pada Pameran Gelar Produk PKBL BUMN Expo V 2008 di Graha Manggala Siliwangi Kota Bandung, Rabu (21/5).* ADE BAYU INDRA
KENAIKAN harga bahan bakar minyak (BBM) bagi pelaku usaha kecil menengah seperti Ahmad Radea (40), tidak harus dihadapi dengan kepanikan. Wirausahawan asal Sumedang ini justru memperkenalkan terobosan baru untuk menghemat pemakaian bahan bakar. Ia menyebutnya "tungku alternatif".
Awalnya, ia hanya mencoba untuk mencari jalan keluar dari pemakaian minyak tanah di pabrik kerupuk yang ia miliki. "Sebelumnya saya selalu menghabiskan 100 liter minyak tanah tiap harinya. Itu kan sudah Rp 350.000,00," kata Radea yang ditemui saat memamerkan produknya dalam Gelar Produk PKBL BUMN Expo V 2008 di Gedung Graha Manggala Siliwangi, Bandung, Jumat (23/5).
Langkah pemerintah untuk kembali menaikkan harga BBM, mau tidak mau pada akhirnya akan menaikkan biaya produksi. Belum lagi, beberapa bulan belakangan minyak tanah menjadi komoditas langka. "Makanya, saya buat tungku ini untuk menggantikan tungku lama yang berbahan bakar minyak tanah supaya lebih hemat," ucap usahawan yang tinggal di Kampung Sirnagalih RT 02 RW 10 Desa Mekargalih, Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang.
Tungku alternatif ciptaannya tidak lagi membutuhkan minyak tanah. Cukup dengan batok kelapa dan kayu sisa, tungku ini sudah mampu menghasilkan bara api. "Tidak hanya batok kelapa, limbah tekstil juga bisa digunakan. Sampah apa pun juga bisa, selama bisa dibakar," tutur Radea.
Tungku alternatif karya Radea ini terbuat dari seng. Untuk sementara ini, dia membeli seng dari Cileunyi. "Orang Cileunyi mengambil dari Krakatau Steel Cilegon. Nanti kalau buat kompornya sudah banyak, ya bisa ngambil ke Cilegon langsung," tuturnya.
Seng tersebut dibentuk melingkar. Di bagian dasar, diberi lapisan yang berasal dari batu tahan panas dicampur seng. Bagian atas digunakan sebagai tatakan, bentuknya seperti kompor minyak pada umumnya, hanya bahannya dari seng. Di bagian yang melingkar terdapat bagian yang menjorok keluar, sehingga lingkarannya tidak berbentuk sempurna. Bagian itu yang digunakan untuk memasukkan bahan bakarnya.
Sebagai wirausaha, Radea menjalankan beberapa usaha. Selain pabrik kerupuk, ia juga seorang perajin patung dari kayu mahoni. Sisa kayu untuk pembuatan patung itu dia gunakan sebagai bahan bakar tungku alternatif di pabrik kerupuknya.
Saat ini, dia sudah membuat sebuah tungku dengan ukuran yang besar di pabrik kerupuknya. Dengan menggunakan tungku baru ciptaannya, Radea bisa menghemat dua puluh kali lipat lebih. Kini tiap hari dia hanya mengeluarkan dana Rp 15.000,00 untuk menyediakan bahan bakarnya. "Biaya produksi jadi bisa ditekan," katanya.
Satu tas plastik tempurung kelapa cukup digunakan untuk memasak nasi hingga matang. "Satu keresek harganya hanya Rp 500,00. Sedikit saja (tempurung kelapanya, red) apinya sudah menyebar sehingga cepat panas," ungkap Radea.
Untuk membuat sebuah tungku berdiameter 40 cm, Radea menghabiskan biaya sekitar Rp 40.000,00. "Harga jualnya Rp 50.000,00. Kalau di pameran ini sekitar Rp 70.000,00 karena kalau di pameran kan harganya untuk satuan. Kalau pesan banyak harganya lain," tuturnya. Pembeli bisa memesan ukuran tungku sesuai dengan kebutuhannya.
Keuntungan menggunakan tungku ini karena tidak ada sisa pembakaran yang ditinggalkan. "Kalau saya pakai kayu bakar biasa, sisa pembakarannya banyak. Itu kan juga sia-sia. Mau digunakan untuk apa arangnya. Kalau pakai tempurung kelapa atau sisa kayu, tidak ada sisanya," tuturnya.
Selain itu, menggunakan tungku ini tidak perlu khawatir jika lupa mematikan kompor. Sebab, begitu bahan bakarnya habis, otomatis mati sendiri. "Yang penting sekarang tidak perlu lagi antre minyak tanah berjam-jam," katanya sambil tertawa.
Saat ini, Radea memang belum banyak memasarkan tungkunya. Ia berharap, karyanya ini bisa menjadi jawaban atas kesulitan masyarakat yang semakin tercekik oleh harga BBM yang semakin melangit. "Sebagai alternatif untuk masyarakat, semoga bisa membantu. Bisa untuk sehari-hari di rumah, maupun untuk usaha," katanya. (Catur Ratna Wulandari)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar